Langsung ke konten utama

Kesetaraan Peran Laki-laki dan Perempuan dalam Kehidupan Bermasyarakat

image sorce : http://fee.org/

/*Tulisan ini dibuat dalam rangka tugas mata kuliah Bahasa Indonesia*/
/*Pendidikan Fisiska Universitas Pendidikan Indonesia 2017*/
/*Reja Marjana 1705580*/

Perempuan sebagai bagian dari masyarakat acap kali dipandang dengan cara yang berbeda. Dalam rentang sejarah, bangsa Mesir Kuno memandang perempuan sebagai sosok agung dan harus dipuja-puja. Di sisi lain bangsa
India dan Eropa memandang perempuan sebagai golongan yang dinomorduakan. Berbeda halnya dengan era modern ini dimana perempuan mendapatkan kedudukan yang lebih baik dalam masyarakat. Walau demikian, kesetaraan peran perempuan dengan laki-laki masih menjadi perdebatan.

Kesenjangan sosial yang pernah terjadi di Eropa memunculkan paham feminisme. Feminisme mengangkat derajat perempuan hingga setara dengan laki-laki, baik itu peran maupun kedudukannya. Paham ini meluas dan berkembang pesat terutama dengan adanya globalisasi. Masyarakat di penjuru-penjuru dunia mulai terbuka dengan gagasan tersebut dan mulai menerapkan prinsip-prinsipnya dalam tatanan sosial.

Mulanya, feminisme tidak berkembang dengan kuat di negara-negara islam. Sebut saja Abbasiyah, Umayyah Andalusia, hingga Utsmani. Namun reinasans dan supremasi negara-negara di Eropa beberapa abad berikutnya telah mengglobalkan feminisme hingga menjadi paham yang lebih mendunia. Feminisme dapat memberikan perempuan apa yang biasanya tidak bisa mereka peroleh, serta menjamin hak-hak yang lebih baik.

Adapun pandangan terhadap feminisme dan kesetaraan gender tidak selamanya ditanggapi dengan kesetujuan. Kaum tradisionalis menyebut perempuan harus tetap memegang perannya sendiri. Golongan ini menekankan pada kedudukan perempuan sebagai ibu rumah tangga yang mengayomi suami dan anaknya. Hal ini diyakini mereka sebagai pemikiran yang tepat, dikarenakan perbedaan tabiat perempuan dan laki-laki.

Berbeda dengan keduanya, Islam sebagai salah satu agama terbesar di dunia memiliki pandangan tersediri mengenai kesetaraan laki-laki dan perempuan. Dalam konteks sebagai manusia dan hamba tuhan, laki-laki dan perempuan berkedudukan sama. Status sosial dan derajat laki-laki maupun perempuanpun setara. Keduanya harus memenuhi tanggung jawab masing-masing, mendapatkan hak-haknya sebagai individu, dan sama-sama harus dihormati di tengah masyarakat. Namun ada aspek-aspek tertentu yang tidak dapat disamakan, sebagaimana yang dijelaskan dalam Ali Imran : 36. Ada banyak hal yang berbeda antara laki-laki dan perempuan. Seperti pembagian waris, kedudukan dalam persaksian, batasan-batasan kepemimpinan, dan lain sebagainya. Termasuk diantaranya peran dan tanggung jawabnya dalam masyarakat.

Sejalan dengan hal itu, perbedaan peran laki-laki dan perempuan sangat jelas baik ditinjau dari latar belakang biologis maupun psikologis. Kemampuan fisik seorang perempuan secara umum tidak sebanding dengan laki-laki. Hal ini sering kali disebut sebagai alasan kurangnya kapabilitas perempuan dalam melakukan pekerjaan laki-laki. Di sisi lain, anatomi dan fisiologi organ pada manusia dewasa memungkinkan dia untuk mengandung serta  melahirkan anak. Oleh karena itu perempuan memiliki peran yang tidak dapat digantikan oleh laki-laki. Lebih lanjut, kondisi psikologis perempuan yang cenderung mengayomi, penyayang, dan lemah lembut memberikan gambaran sederhana mengenai peran apa yang baiknya diisi oleh perempuan. Berbeda dengan laki-laki yang berkarakter lebih tangguh dan berwibawa. Maka, laki-laki memiliki peran yang tepat dalam mengurus, melindungi dan memimpin.

Hal-hal tersebut tidak lantas menempatkan perempuan sebagai masyarakat dengan kelas lebih rendah. Dalam beberapa hal, peran perempuan di luar ranah pengurusan keluarga tidak menjadi masalah, bahkan bisa jadi berpengaruh baik. Seperti ketika perempuan mendapat pendidikan yang layak, bersosialisasi/berorganisasi dengan lingkungannya, hingga melakukan berbagai pekerjaan profesional.

Masalah justru terjadi bila perempuan menempati peran lain dalam masyarakat tetapi mengabaikan kewajiban dasarnya sebagai pengurus keluarga. Perannya sebagai seorang ibu yang membimbing anaknya tidak dapat digantikan. Hilangnya peran tersebut dapat membentuk kepribadian anak di luar kewajaran dan kebiasaan norma. Generasi pelanjut peradaban tidak dapat dipenuhi oleh karakter seperti itu. Maka dalam hal ini peran perempuan jelas pentingnya.

Pun berlaku pada laki-laki yang mengabaikan peran dan tanggung jawabnya. Ketidakhadirannya dalam memimpin, melindungi, hingga menafkahi, dapat mempengaruhi banyak hal. Termasuk perkembangan karakter generasi pelanjutnya, serta memaksa kaum perempuan melakukan apa yang pada dasarnya bukan pekerjaan mereka. Terutama dalam kapasitasnya sebagai pemimpin. Perempuan seringnya tidak dapat berpikir dingin dalam mengambil keputusan. Hal ini menjadikan peran-peran fundamental seperti kepemimpinan harus didominasi laki-laki.

Pada akhirnya ada peran-peran yang tidak dapat saling ditinggalkan baik oleh laki-laki maupun perempuan. Hal ini bermuara pada kesimpulan bahwa peran laki-laki dan perempuan dalam masyarakat tidaklah sama. Namun tidak berarti bahwa peran yang satu lebih penting dari yang lain. Tidak berarti juga kedudukan yang satu lebih tinggi dengan yang lain. Hak dan kewajiban perempuan harus senantiasa dipenuhi. Begitu pula dengan hak dan kewajiban laki-laki.

Masyarakat ataupun peradaban tidak akan maju dan berkembang atas peranan satu golongan saja. Baik itu laki-laki maupun perempuan. Sinergitas semua elemennya menjadi penting dalam mendukung kemajuan bersama. Seyogyanya kita sebagai bagian dari masyarakat dapat menyadari pentingnya hal tersebut dan memenuhi tanggung-jawab sebagai warga masyarakat.

/*Tulisan ini dibuat dalam rangka tugas mata kuliah Bahasa Indonesia*/
/*Pendidikan Fisiska Universitas Pendidikan Indonesia 2017*/
/*Reja Marjana 1705580*/

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengapa Kita Perlu Belajar Bahasa Inggris?

(image source :http://www.thestudyabroadportal.com/) Diantara seluruh pembelajar di Indonesia, aku percaya ada banyak yang belum terinspirasi dan termotivasi untuk belajar Bahasa Inggris. Aku mungkin perlu mengecek data statistik nasional untuk membuktikannya. Namun, melihat di lingkungan sekitarku saja sudah cukup buatku. Jadi, itulah masalahnya! Aku bisa menghormati untuk kalian yang tetap beranggapan bahwa Bahasa Inggris tidak terlalu penting. Atau barangkali untuk kamu yang berpendapat ada yang jauh lebih penting dari sekedar Bahasa Inggris. Namun mari kita bahas beragam alasan untuk membawa kita memahami pada kesimpulan yang aku dapatkan. Bahwa, Bahasa Inggris merupakan medium penting dalam membuka dunia. Yep! Mengapa demikian? Pertama , fakta bahwa English (Bahasa Inggris) adalah  bahasa yang paling banyak digunakan sebagai bahasa resmi dunia. Mengesampingkan aksen yang heterogen, tak dapat dipungkiri bahwa English dapat kita temui di lembaga-lemb

Kenapa Hidup Tak Seindah Cerita di Film dan Novel?

Apa tujuan hidup kita? Seringkali orang mencari motivasi hidup hingga membayar jutaan rupiah. Namun, yang terpenting adalah mengetahui tujuan hidup kita. Ya! Sesederhana itu. Mengapa demikian? Memiliki prinsip dan menentukan goal merupakan faktur utama kenapa kita melakukan sesuatu dan kenapa kita tidak melakukan sesuatu.   Manusia tanpa tujuan tak ubahnya seonggok daging dan tulang, hidup mengikuti arus orang lain. Terlepas dari pro dan kontra, aku akan memberikan sedikit illustasi mengenai bagaimana tujuan hidup bekerja mengubah cara pandang seseorang. Mari izinkan kita bertanya pada diri kita sendiri. Pernahkah kita menoton film, atau membaca novel lalu membayangkan betapa serunya dunia di dalam sana?! Hal itu normal terjadi. Bahkan ketika melihat betapa melelahkan betapa menyulitkan kehidupan di sana, dikejar moster, terus bertempur dengan musuh, punya rival super picik, diselingkuhi pacar *eh, hingga berjalan dari Shire ke Lonely Mountain seperti Bilbo baggins (xi